Jawabnya mungkin sekali, kawan. Itu hanya masalah waktu.
Charlie Sianipar; Jakarta; Blog Berita
Bahasa Batak Toba suatu saat dapat punah, yang membuat punah ya orang Batak Toba sendiri. Karena Orang Batak Toba lah yang enggan melestarikan Bahasa daerahnya. Kenapa hanya Bahasa Batak Toba?
Saudara-saudara kita suku Batak Karo, Simalungun sangat membanggakan bahasa daerahnya dan tetap eksis hingga sekarang dimanapun mereka berada. Walaupun itu di kota kota besar dan saudara kita yang lain, orang Bali tetap ngomong pake bahasa Bali, orang Sunda. Orang Jawa, di Istana Negara juga mereka bisa ngomong Jawa.
Kapan itu Bahasa Batak Toba berangsur punah dan apa indikatornya kawan? Banyak sekali, saya coba buat listnya, bila anda mau menambahi silahkan…
- Karena orangtua (Ayah/Ibu) sudah tidak bisa berbahasa Batak lagi.
- Bila bahasa Batak bukan lagi bahasa yang dominan di rumah. (Kepunahan suatu bahasa daerah, dimulai dari rumah pemilik bahasa daerah itu)
- Bila orangtua tidak mengajarkan anak anaknya bahasa Batak. Orang tua tidak menyampaikan kepada si anak bila mereka berbahasa Batak, dijawablah dalam bahasa Batak, bila mereka berbahasa asing dijawablah dalam bahasa asing tersebut.
- Bila Ompung Naburjui berkomunikasi dengan pahompunya harus menggunakan Bahasa Sileban (Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris) biar cucu cucu yang manis manis ini mengerti.
- Bila si anak mengatakan: “Saya sudah lahir, besar di (Medan, Jakarta, Bandung, Jogja, dll) sudah tidak bisa berbahasa Batak lagi.” Dan mereka sangat bangga mengatakan itu. Orang Belanda ratusan tahun tinggal di Batavia, tetap saja berbahasa Belanda. Orang China, India, dll begitu juga. Orang Jawa direlokasi ke Sumatra, malah tetangganya yang Batak jadi berbahasa Jawa.
- Bila si anak ditanya, Aha Margam? Ise Goarmu? Langsung error tidak nyambung. Tapi bila ditanya: “Kamu orang apa?” dia akan menjawab dengan mantap “Orang Batak”.
- Bila anak anak di rumah lebih fasih berbahasa asing (Inggris, Mandarin atau bahasa daerah yang lain) dibanding berbahasa Batak. Padahal menguasai banyak bahasa tidak ada ruginya, termasuk bahasa Batak itu sendiri.
- Jika semua ponakan; bere, paraman, maen, anak kakak/adik sudah tidak bisa berbahasa Batak.
- Bila si anak, naposo (anak anak muda) mengatakan: Ngerti seh … tapi nggak bisa ngomongnya.
- Ketika orang orang muda ini berkata “Proud to be Batak” tapi tidak bisa ngomong Batak.
- Bila kita beranggapan, kalau libur sekolah, anak anak mau dikirim ke kampung untuk belajar bahasa Batak. (Kenyataan: Dikampung, anak anak sekarang sudah tidak berbahasa Batak)
- Bila orangtua menganggap: “Hare gini … … anak anak diajari Bahasa Batak”
- Bila kita mandok hata (berbicara) dalam suatu acara keluarga/pesta, ada yang teriak: “Pake bahasa Indonesia saja, biar anak-anak pada ngerti.”
- Bila anak anaknya Raja Parhata, yang rajin ke Pesta dan perduli dengan urusan adat, tapi anak anaknya tidak bisa berbahasa Batak.
- Saat kita berkomunikasi dengan lawan bicara kita halak hita (orang kita Batak), dia reply dalam bahasa lain yang lebih dominan
- Ketika orang Batak merasa malu berbicara dalam bahasa Batak di keramaian, tempat umum saat bertemu dengan halak hita.
- Kesulitan membaca tulisan dan banyak tidak dimengerti tulisan yang ditulis dalam bahasa Batak seperti yang ditulis disini: [http://tanobatak.wordpress.com/]. Sekarang kita sulit mengucapkan hata Batak yang halus, bahkan cara menuliskannya, apalagi aksaranya, sudah duluan hilang, dihilangkan. Pergi entah kemana, mago (punah)
- Bila anda menganggap ngomong pake bahasa Batak itu sesuatu yang kampungan (Parhuta huta)
- Bila Lae, Ito mentertawakan teman yang belajar berbahasa Batak alai marpasir pasir (janggal)
- Bila di daerah Sumatra Utara anak anak Batak sudah menggunakan bahasa yang dominan untuk berkomunikasi sesama mereka, apakah itu bahasa Jawa atau bahasa Indonesia (Medan, Tebing Tinggi, Kisaran, Siantar, Pardagangan, Balige, Samosir, Tarutung, Sibolga, dll). Karena tidak ada satu lembaga Batak yang resmi, bertanggungjawab tentang ini, termasuk gereja, itu bukan urusan mereka. (Di gereja kami, warganya 98% Batak Toba, tak sekalipun liturginya dalam bahasa Batak). Di gereja tetangga dibuat dua sesi, sesi bahasa Indonesia untuk Naposo (ABG dan Pemuda) agar mereka mengerti.
- Bila kita tidak sadar, bahwa bahasa daerah itu dapat punah, seperti yang ditulis disini: “10 Bahasa Daerah Punah, 700 Lainnya Terancam” http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2007/09/04/brk,20070904-106846,id.html
- Bila anak Batak suka menyanyikan lagu Batak, tapi tidak mengerti artinya. Bapaknya juga sudah tidak mengerti artinya
- Bila kita mengirim email atau SMS ke halak hita dan dia TIDAK MENGERTI artinya. Dia malah reply: Jangan pake bahasanya leluhur dong … Atau bila di SMS, dia balik SMS, Ini bahasa Apa? Atau kita enggan mengirim email/SMS dalam Bahasa Batak, khawatir Batak yang dituju tidak mengerti artinya, nanti malah tidak nyambung.
- Bila tiba waktunya, tidak ada orang yang bisa mengajari Bahasa Batak lagi atau anak anak tidak punya kesempatan lagi untuk mempelajarinya.
- Dan yang terakhir, bila anda tidak perduli. Mau punah kek, bukan urusan gua, sabodo teing…
- Bila … … … Bila ada yang mau menambahi, silahkan … (Hataki hata tambaan)
Saya lihat, kita yang suka nongkrong di blognya Lae Jarar Siahaan ini masih banyak yang bisa berbahasa Batak, tapi bagaimana dengan anak-anak di rumah? Diajari hamu do? Anak anak cenderung tidak memiliki inisiatif untuk mempelajarinya, jangan belikan mereka kamus Bahasa Batak tapi kitalah yang harus mengajarinya. Mulailah dari hal hal yang paling sederhana, dua tiga kali mereka dengar, lama-lama pasti bisa.
0 komentar:
Posting Komentar