MEDAN, KAMIS - Misteri surat-surat Sisingamaraja XII hingga kini belum banyak terkuak isinya. Dokumen surat ini hanya sebagian kecil saja yang sudah diulas isinya. Sebagian dari isi suratnya berhasil diterjemahkan.
Di salah satu suratnya Sisingamaraja tertulis, “Saya Tuan Sisingamangaraja yang memerintah di Bakkara.Surat ini memakai stempel berhuruf Arab dan Mandailing,” tutur peneliti University of Hawaii Amerika Serikat Uli (Ulrich) Kozok dalam acara ceramah ilmiah Surat-surat Sisingamaraja XII di Universitas Negeri Medan (Unimed), Kamis (27/11).
Dari penelitian Uli, surat-surat Sisingamaraja XII tidak ditulis langsung oleh Sisingamangaraja, melainkan disalin oleh dua juru tulisnya yakni Herman Silaban dan Manase Simorangkir . Begitupun dengan stempel atau cap surat. Menurutnya stempel surat Sisingamaraja dibuat oleh orang dekat nya dan dikerjakan di Batak.
Pemakaian aksara Arab dan Mandailing terjadi lantaran pengaruh kolonial ketika itu. Pemerintah kolonial, katanya, melarang penyebaran Kristen ke Silindung, Tapanuli Utara. Sebelum masuk ke daerah itu, misionaris Jerman Ingwer Ludwig Nommensen berada di Sipirok selama dua tahun.
Aksara Mandailing ini, banyak digunakan oleh zending dalam surat menyuratnya ataupun dalam laporan tahunannya yang beraksara Batak. Huruf Arab berada di bagian pinggir stempel melingkari stempel. Adapun huruf mandailing dipakai di bagian dalam stempel.
Stempel dalam surat ini tidak mengindikasikan Sisingamaraja beragama Islam. Penggunaan huruf Arab lantaran kedekatan Sisingamaraja dengan Kerajaan Aceh yang saat itu sudah fasih berbahasa dan menulis Arab. Sisingamaraja memeluk agama asli Batak. Agama yang saya maksud bukan Parmalim karena, ini (Parmalim) merupakan organisasi yang religius yang belakangan terbentuk setelah ada sinkretisme Islam dan Kristen, tuturnya.
Sebagian besar naskah asli surat-surat Sisingamaraja kini masih tersimpan di Belanda dan Jerman. Dari catatan Uli, salah satu tempat yang menyimpan naskah surat ini berada di Berlin Jerman. Di tempat ini ada sekitar 50 naskah asli. Namun kini, masyarakat bisa mengaksesnya secara digital di Museum Negeri Sumatera Utara di Medan.
0 komentar:
Posting Komentar