Keturunan Langsung Raja Sisingamangaraja 12 Mengatakan Bahwa Tradisi Batu Mengalami Pergeseran Fungsi Dan Nilai Di Batak Toba
19 Juli 2008 (KATAKAMI) Tradisi batu yang pernah berkembang di Batak Toba mengalami pergeseran fungsi dan nilai. Sebagian masyarakat masih melakukan ritual budaya terkait dengan batu untuk mengatasi persoalan hidupnya. Ratusan tahun silam tradisi batu ini berkembang sebagai bagian dari budaya Toba.
Sekarang sudah tidak ada lagi orang membuat batu untuk keperluan tradisi. Namun batu kuno peninggalan sejarah masih dijaga untuk kepentingan lain, salah satunya, tutur cicit dari Sisingamangaraja ke-12 Raja Tonggo Tua Sinambela, Kamis (17/7/2008), di akhir acara Save The Tao.
Tonggo mengatakan tradisi batu yang masih tersisa di Batak Toba salah satunya ada di daerah Sagala, Kabupaten Samosir. Di daerah itu warga masih melakukan ritual di Batu Hobon yang dinilai sebagai batu peninggalan Raja Uti (cucu pertama Raja Batak-Red).
Raja Uti pernah menyimpan sesuatu di batu ini yang kini belum pernah diketahui isinya.
Masyarakat tidak pernah bisa membukanya. Masyarakat masih melakukan ritual dengan meminta pertolongan pada Batu Hobonatas persoalan yang dihadapinya. Raja Uti juga disebut sebagai perantara berkah bagi orang Batak.
Ritual batu juga masih berkembang ada di Bakkara, Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Di tempat itu ada batu terkenal yang bernama Siungkap-ungkapon. Batu yang berbentuk mirip sumur itu pada Si Singamangaraja menjalankan pemerintahan tradisional.
Sekarang masyarakat masih memberikan sesembahan di batu itu. Mereka berharap keberuntungan kepada batu itu dengan doa-doa, katanya. Tonggo mengakui adanya pergeseran menganggap batu zaman sekarang. Contohnya, kata Tonggo, batu Siungkap-ungkapon dipakai untuk berperang. Batu itu bisa menghancurkan kekuatan lawan secara magis.
Banyak Mati
Dia mengatakan banyak tradisi batu yang sudah lama mati. Kini tidak ada lagi orang Batak yang membuat sarkofagus (wadah kubur dari batu) secara kreatif. Tradisi mengolah batu untuk kepentingan sehari-hari tidak berkembang lagi. “Padahal di Danau Toba banyak menyimpan aneka batu bagus, ” katanya.
Peneliti Balai Arkeologi Medan Taufikurrahman Setiawan mengatakan secara umum batu kuno bernilai sejarah masih terjaga baik. Sejumlah daerah yang masih menyimpan batu kuno bersejarah dengan baik di antaranya ada di Sialagan dan Simanindo, Kecamatan Simanindo, Samosir.
Di Sialagan batu tempat persidangan raja masih bisa dilihat bentuk aslinya. Wisatawan bisa menikmati dengan baik tempat ini. Tidak jauh dari tempat ini, aneka kursi batu yang juga tempat persidangan juga masih terjaga. Penduduk sekitar hafal cerita sejarah tempat itu.
Senada dengan Tonggo, tradisi batu mengalami pergeseran besar kawasan Danau Toba. Masyarakat, tutur Taufikurrahman, memandangnya sebagai benda bernilai wisata.
Berbeda dengan Nias, tradisi batu masih berkembang kental. Ada pembuatan batu seperti daro-daro (meja batu) di Nias Selatan. Mandegnya tradisi batu, katanya, salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan agama. (kcm)
0 komentar:
Posting Komentar