Wilayah Batubara mulai dihuni penduduk pada tahun 1720 M. Ada lima suku yang mendiami wilayah itu, yakni Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Pulu dan Boga. Kelima suku tersebut dipimpin seorang datuk yang memiliki wilayah teritorial tertentu.
Batubara masih menjadi bagian dari kerajaan Siak dan Johor. Makanya setiap Datuk Kepala Suku mendapat pengangkatan dan capnya dari Sultan Siak. Untuk mewakili kepentingan kerajaan Siak dan mengepalai para datuk di seluruh Batubara, diangkat seorang bendahara secara turun temurun.
Di bawah bendahara dibentuk dewan yang anggotanya dipilih oleh para Datuk Kepala Suku. Anggota Dewan itu adalah seorang Syahbandar (suku Tanah Datar). Juru Tulis dipilih dari suku Lima Puluh. Mata-mata dipilih dari suku Lima Laras dan Penghulu Batangan dipilih tetap dari suku
Pesisir.
Data di Kerajaan Haru menyebutkan bahwa Batubara salah satu daerah yang wajib menyetor upeti kepada kerajaan ini.
Menurut Schadee, dalam bukunya “Geschiedenis van Sumatra Oostkust”, wilayah Pagurawan dan Tanjong berada langsung dibawah jajahan Datuk Lima Puluh dari Batubara yang kemudian tunduk pula kepada Siak.
Dalam tahun 1885, Pemerintah Hindia Belanda membuat Politic Contract. Perjanjian itu meliputi beberapa kerajaan seperti Langkat, Serdang, Deli, Asahan, Siak, Palalawan (Riau), termasuk juga kerajaan-kerajaan kecil seperti Tanah Karo, Simalungun, Indragiri dan Batubara serta Labuhanbatu.
Pada tahun 1889 Residensi Sumatera Timur terbentuk dengan ibukota di Medan. Residensi itu terdiri dari 5 afdeling (kabupaten-red), yaitu Afdeling Deli yang langsung di bawah Residen Medan, Afdeling Batubara berkedudukan di Labuhan Ruku, Afdeling Asahan berkedudukan di Tanjungbalai, Afdeling Labuhanbatu berkedudukan di Labuhanbatu dan Afdeling Bengkalis berkedudukan di Bengkalis.
Dari itu, tampak nyata bahwa sejak dahulu Batubara, punya afdeling tersendiri. Batubara saat itu, punya 8 landschap (setara dengan kecamatan), yang dipimpin oleh seorang raja.
Ketika Indonesia merdeka, wilayah Batubara berubah statusnya menjadi kewedanaan membawahi lima kecamatan yaitu, Kecamatan Talawi, Tanjungtiram, Lima Puluh, Air Putih dan Medang Deras. Sementara ibukota tetap di Labuhan Ruku.
Setelah masa kepemimpinan kewedanaan berlangsung 4 kali pergantian, nama kewedanaan kemudian dicabut, sehingga yang ada hanya 5 (lima) sektor camat. Lalu digabungkan ke wilayah Asahan, disebut dengan nama Kabupaten Asahan, beribukota di Kisaran.
Hal inilah yang menggugah tokoh, cerdik pandai dan masyarakat untuk kembali memperjuangkan adanya wilayah otonom Batubara. Maka pada tahun 1969, dibentuk Panitia Persiapan Otonomi Batubara (PPOB). Namun perjuangan itu kandas sebelum Kabupaten Batubara yang otonom terbentuk.
Di Era Reformasi, para generasi muda penerus perjuangan Kabupaten Batubara kembali menghimpun perjuangan. Mereka membentuk Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batubara (BP3KB) yang berkedudukan di Kota Medan.
Sejalan dengan itu, di setiap kecamatan berdiri Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batubara (Gemkara). Saat ini, Ketua Umum BP3KB-Gemkara dipimpin oleh OK Arya Zulkarnain SH MM.
Akhirnya, ridho Tuhan YME mengabulkan doa perjuangan masyarakat Batubara 8 Desember di gedung Nusantara II DPR RI, Sidang Paripurna, RUU Kabupaten Bataubara disyahkan, bersamaan dengan 15 Kabupaten lainnya. ”Alhamdulillah, akhirnya Kabupaten Batubara terwujud,” syukur OK Arya.
Azhar Efendi >> global | Batubara
Sejarah Kabupaten Batubara
Written By napitupulusipakko on Selasa, Maret 24, 2009 | Selasa, Maret 24, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar