Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Tech News

Liputan Pagelaran Revitalisasi Musik Tradisi: Batak Toba “Jou-Jou ni Gondang Batak Toba”

Written By napitupulusipakko on Selasa, Maret 17, 2009 | Selasa, Maret 17, 2009

Kamis malam, 20 November 2008, pkl. 20.15 WIB, di Convention Hall TB Silalahi Center, Balige, MC mulai membuka acara. Seorang gadis manis menaiki panggung dan menyampaikan salam kepada hadirin. Dengan menebar senyum ramah menyapa semua yang hadir. Anggota panitia acara sudah berada di titik tugas yang telah ditentukan. Rombongan pengawas dan juga para pengisi acara juga akhirnya mulai menunjukkan muka mereka. Para undangan juga sudah duduk manis dengan sedikit celingak-celinguk di kursi masing-masing.

Acara ini dapat terselenggara sebagai produk akhir dari sebuah program revitalisasi musik tradisi khususnya musik Batak Toba di Kabupaten Toba Samosir. Apa yang dimaksud dengan “revitalisasi Gondang Batak Toba” disini? Revitalisasi dimaknai sebagai memvitalkan kembali Gondang Batak dalam kehidupan masyarakat. Tujuannya ialah agar terjadi regenerasi bagi para pemusik Gondang Batak, sehingga musik Batak tidak punah dan musik ini akan divitalkan kembali dengan cara mengembalikannya ke masyarakat untuk dipakai dalam acara-acara adat, misalnya acara pernikahan, saur matua, dlsb. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pemakaian musik gondang Batak Toba sudah semakin jarang dilakukan dibandingkan dengan musik-musik modern yang beredar luas di masyarakat.

Program ini dibiayai oleh Ford Foundation (FF), sebuah Yayasan Amerika untuk kebudayaan. Selama dua tahun Ford Foundation membiayai guru-guru yang menguasai musik tradisional ini untuk mengajari murid-muridnya, yaitu pemuda-pemuda dari tanah Batak. Selain untuk pembelajaran, program ini juga mendokumentasikan alat-alat musik tradisional dan keahlian memakainya yang sudah tidak terdengar lagi. Misalnya saja di tanah Simalungun, hanya tinggal satu keluarga saja yang masih menguasai pemakaian Arbab Simalungun. Pagelaran musik yang akan dilaksanakan di daerah Toba, Karo, Pakpak dan Simalungun ini merupakan acara puncak dari pembelajaran yang sudah dimulai sejak dua tahun yang lalu.

Sementarai itu tiga jam sebelumnya....

Pukul 5 sore lewat beberapa menit, salah seorang bapak satpam menyampaikan bahwa tamu rombongan dari Medan sudah tiba dan mereka akan segera bersiap-siap. Selang beberapa menit kemudian saya sudah mulai mendengar pukulan gendang dari ruangan hall. Namun tetap saja tidak terdengar satu atau dua lagu yang dimainkan. Gimana yah jadinya ntar...Saya tidak sabar menunggu.

Dalam kesibukan tim rombongan untuk mempersiapkan setting panggung dan juga audio, terbersit ide untuk mengabadikan acara yang lumayan langka ini. (Kan belum tentu ada kesempatan lagi untuk mengadakan acara seperti ini). Saya bergegas menyiapkan laptop dan juga peralatan lainnya untuk merekam pertunjukan nantinya.

Saya sungguh merasa tidak sabar menanti untuk mengikuti acaranya. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Seharusnya menurut jadwal yang direncanakan, sudah saatnya acara dimulai...kok belum mulai juga yah...Pada kemana nih semua pengisi acarnya.

Pkl. 20.15 WIB, acara dimulai....(akhirnya acara dimulai juga) Pada akhir acara saya baru tahu, bahwa keterlambatan acara tersebut disebabkan oleh tim pengisi acara sudah sangat lama menunggu salah seorang pemain gondang. Beruntung akhirnya beliau akhirnya datang juga.

Setelah MC membuka acara, kemudian Ketua Panitia Pelaksana Pagelaran Bapak Royal Pangaribuan dan Direktur Program Revitalisasi Musik Tradisi Toba, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, menyampaikan kata sambutan. Dipandu oleh Bapak Irwansyah Harahap, M.A., kemudian penampil pertama masuk ke panggung. Kelompok pertama ini terdiri dari beberapa orang anak muda. Mereka adalah generasi muda yang sudah dibina selama kurang lebih 2 tahun dalam program. Mereka disebut generasi ketiga yang diikutsertakan untuk dilatih dalam program revitalisasi ini.(Kalau saya tidak salah mereka disebut para murid) Mereka memainkan beberapa jenis gondang hasapi sekaligus. Lumayan, penampilan mereka dapat menarik perhatian penonton. Kelompok ini terdiri dari 11 orang penampil, yaitu 3 orang pemain garantung, 3 orang peniup sarune etek, 4 orang pemain hasapi dan 1 orang pemain hesek. Mereka memainkan gondang yang disebut sebagai gondang hasapi.


Berikut adalah nama-nama gondang yang dimainkan oleh kelompok penampil pertama: Gondang Mula-mula sebagai gondang pembuka, dilanjutkan dengan Gondang si Harungguan yaitu gondang yang bercerita tentang seseorang yang menjadi pusat perhatian. Gondang ketiga yang dimainkan adalah Gondang Sipatogu Padan, tentang janji cinta, lalu Gondang Didangdidang Hasinabung, gondang pengiring pembicara dalam pesta. Selanjutnya Gondang si Tuan Gading Habonaran, bercerita tentang kejujuran dan Gondang si Margulang ombun, tentang embun yang turun di pagi hari dan mengajak kita agar tidak malas. Penampilan kelompok pertama ini diakhiri dengan Gondang si Tiotio sebagai gondang penutup.

Penampil selanjutnya adalah kelompok tetua pargondang yang sudah berusia lanjut. Rata-rata usia mereka sudah di atas 50 tahun. Mereka juga dipandu oleh Bapak Irwansyah. Melihat tampilan mereka pertama kali sepertinya saya bertanya-tanya dalam hati, masihkah mereka bisa bermain gondang? Ternyata... setelah pukulan pertama dimainkan, bukan hanya saya, seluruh penonton menyambut dengan tepuk tangan yang meriah. Mereka bermain gondang dengan sangat lihai dan menawan. Gondang yang berirama lambat hingga cepat dapat mereka selesaikan dengan baik.

Kelompok "para ompung" ini juga memainkan gondang hasapi. Mereka disebut sebagai instruktur/pelatih dan termasuk dalam generasi pertama dalam program ini. Instruktur terdiri dari 1 orang peniup sarune etek, 2 orang pemain garantung, 1 orang pemain hasapi ende, dan 1 orang pemain hasapi doal, serta dibantu oleh 1 orang peniup sarune etek, 2 orang pemain hasapi lainnya dan 1 orang pemain hesek. Saya tidak menyangka masih bisa mendengarkan mereka bermain. Menurut informasi yang saya dapat, mereka inilah beberapa tetua gondang yang masih bisa memainkan gondang-gondang lama dengan masih sangat baik di usianya yang sudah lanjut. Dan menurut Bapak Monang Naipospos, pengawas program di Kabupaten Toba Samosir, memang sudah tidak banyak lagi yang bisa fasih memainkan gondang pada saat sekarang ini. Bahkan mereka juga dapat memainkan jenis gondang yang sudah langka dan mungkin bahkan belum pernah kita dengarkan seumur hidup kita. Ternyata ada ratusan gondang yang telah diciptakan dan dimainkan oleh nenek moyang kita dahulu. Dan.... mereka dapat memainkannya sebagian besar diantaranya.

Gondang yang dimainkan oleh mereka pada saat tampil adalah Gondang Mula Jadi, Gondan Haroharo, Gondan Pangangkatangkat ni Hoda si Apaspili, Gondan si Dabu Petek ni Ampanugari, Gondan Lilit tu Meter, Gondan Didangdidang si Saurang, dan diakhiri dengan Gondang Hasahatan.

Selanjutnya acara diselingi dengan penampilan adik-adik SMA/SMK yang membawakan tarian tor-tor lengkap dengan acara maminta gondang yang dipimpin oleh salah seorang dari mereka. Adik-adik ini telah berlatih beberapa hari sebelumnya dan mereka mencoba menampilkan bagaimana pengunaan gondang dan tarian tor-tor tersebut dalam kehidupan masyarakat adat orang Batak Toba. Mereka memiliki tim gondang sendiri dan mereka juga berlatih sendiri ..Salut-salut.

Sebelum para penampil berikutnya mempertunjukkan kebolehan mereka, Bapak Prof Ramon Santos, seorang budayawan berkebangsaan Philipina selaku pengawas program dari Ford Foundation menyampaikan sambutannya. Beliau berkata “Saya mengagumi keindahan maupun nilai dari musik anda, Saya berharap dapat mempelajari musik ini dan menjadi salah seorang murid di masa depan. Saya tidak akan pernah melupakan pengalaman ini, dan saya berharap dapat kembali lagi, dan musik anda telah menambah kekayaan spiritual dalam diri saya Hmm...orang yang bukan Batak saja mau mencintai keindahan dan nilai musik gondang Batak, bagaimanakah dengan kita???

Penampil berikutnya memainkan gondang sabangunan yang terdiri dari beberapa orang dewasa yang dalam program disebut sebagai murid. Mereka adalah generasi kedua yang dilatih oleh para instruktur dan juga secara bersama-sama dengan para instruktur melatih para murid.

Mereka terdiri dari 8 orang, yaitu 1 orang penabuh gordang bolon, 1 orang penabuh taganing, 1 orang peniup sarune bolon, 1 orang penabuh ogung doal, 1 orang penabuh ogung panggora, 1 orang penabuh ogung ihutan, 1 orang penabuh ogung oloan dan 1 orang pemukul hesek yang terbuat dari besi. Mereka memainkan beberapa jenis gondang sekaligus secara berurutan dan saya merasa kurang familiar dengan beberap jenis gondang yang mereka mainkan. Mungkin kita sering mendengar beberapa jenis gondang yang dimainkan di pesta-pesta adat, namun ternyata lebih dari itu masih ada banyak jenis gondang yang lain yang beranekaragam, termasuk yang mereka mainkan saat itu.

Penampil terakhir yang sangat menarik perhatian saya maupun penonton lainnya adalah kelompok opera Batak yang beranggotakan 5 orang.

Mereka adalah Bapak Irwansyah Harahap, M.A.(memainkan hasapi ende), dan istrinya Ibu Dra. Rithaony Hutajulu(sebagai vokal), Bapak Marsius Sitohang(peniup seruling), serta Bapak Maningar Sitorus(pemain garantung) dan 1 orang rekan mereka sebagai pemain hasapi doal. Mereka sudah lama membentuk tim opera yand dinamakan dengan suarasama.Impian mereka untuk membangkitkan kembali opera Batak yang telah membawa mereka melanglang buana ke berbagai benua, kecuali Afrika dan Antartika (seperti pengakuan mereka-red). Dalam penampilanya kali ini mereka membawakan 4 lagu dari berbagai jenis permainan gondang hasapi.

Lagu pertama berjudul "Tumba Sisir", sebuah komposisi yang diciptakan alm. Tilhang Gultom bersama dengan tim opera binaannya. (Kalau anda pernah dengar, beliau adalah salah satu komponis Batak yang terkenal, terutama dengan lagu-lagu opera ciptaan beliau). Lagu kedua adalah sebuah andung yang diawali dengan permainan seruling solo dari "seruling maut", Bapak Marsius Sitohang.(Anda pasti kenal dengan beliau, salah satu pemain seruling Batak yang melegenda, dosen Etnomusikologi USU, dan juga sebagai salah satu dosen tamu di IKJ, Jakarta) Kalau anda orang Batak dan belum pernah dengar beliau bermain seruling, mungkin inilah saatnya anda perlu belajar lebih banyak lagi tentang musisi besar kita ini. Andung yang mereka bawakan berjudul "Sawan na hujujung on"

Lagu berikutnya yang tidak kalah menarik adalah lagu yang diberi judul "Eme ni si Perak". Lagu ini adalah perpaduan antara permainan musik gondang dengan nyanyian gondang. Dalam tradisi Batak, salah satu cara untuk belajar gondang adalah dengan menyanyikannya, yang disebut gondang baba. Jika anda mendengarnya, anda pasti terhanyut dalam iramanya yang ceria dan bersemangat.

Lagu terakhir yang mereka bawakan adalah sebuah komposisi yang diciptakan oleh alm. Mangumbang Sitohang, ayahanda Bapak Marsius Sitohang yang diberi judul "Sulaiman dari Barat". Permainan seruling yang timbul tenggelam dalam paduan nada panjang pendek mampu menawan penonton yang hadir pada saat itu. Wah...sungguh sebuah karya yang luar biasa.

Dengan berakhirnya penampilan tim opera tersebut, acara Pagelaran Revitalisasi Gondang batak Toba juga berkahir. Sebenarnya dari rencana awal, akan diadakan dialog interaktif dengan penonton. Namun akibat keterlambatan dimulainya acara, akhirnya dialog tersebut dibatalkan. Penonton yang terkesima dengan puncak penampilan opera Batak tersebut, sepertinya tidak rela mengakhiri acara pagelaran. Tepuk tangan yang meriah pun menyertai dtutupnya acara oleh MC. Waktu juga sudah larut malam, dan penonton juga akhirnya beranjak pergi satu persatu meninggalkan ruangan pertunjukan.

Nah...begitulah akhir dari liputan pagelaran revitalisasi gondang Batak Toba yang saya lakukan. Saya memperoleh banyak pengalaman mengenai gondang Batak Toba malam itu. Dari banyak hal menarik yang saya saksikan, saya sangat terkesan dengan tampilnya sekelompok tetua gondang yang masih dapat bermain gondang dengan prima di usia mereka yang sudah lanjut. Coba bayangkan berapa lama lagi mereka dapat bertahan dan tetap dapat bermain? Dari bincang-bincang singkat yang kami lakukan dengan salah satu istruktur gondang tersebut, beliau menyebutkan bahwa dari 100% keahlian mereka, baru sekitar 5% yang sudah dapat diserap oleh murid dan para murid mereka dalam jangka waktu 2 tahun. Tak dapat saya bayangkan bila kekayaan budaya Batak Toba seperti mereka sudah tidak ada lagi nantinya. Untung saja masih ada orang-orang seperti Kak Rithaony dan rekan-rekannya yang sangat peduli dan masih bersedia mengembangkan kebudayaan Batak demi generasi di masa depan. Kita juga patut mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Ford yang juga mau peduli dengan pelestarian budaya kita. Seandainya saja lebih banyak orang-orang yang mau memberi hati seperti mereka untuk melestarikan budaya Batak yang kaya raya ini.

Setelah pagelaran usai, panitia akhirnya dapat bernafas lega, karena pagelaran tersebut dapat berjalan dengan sukses. Kapan ya bisa menyelenggarakan acara pagelaran seperti ini lagi, dan kapan bisa menyaksikan acara seperti ini lagi...

Salam dari kampung.

0 komentar: