Sumber TB.Silalahi Center
Rumah adat Batak ada dua jenis, yaitu ruma dan sopo. Ruma digunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan sopo awalnya digunakan sebagai gudang dan bangunan serbaguna.
Membangun ruma adalah pekerjaan yang sangat rumit karena ruma dibuat dengan menggunakan pin dan tali tanpa paku maupun baut. Disamping kerumitannya, membangun ruma membutuhkan kayu dengan spesifikasi tertentu dalam jumlah yang cukup besar.
Ruma bolon ini berukuran 9,5 x 15 meter, hampir 2x lebih besar dari ukuran ruma normal. Ide pembangunan ruma ini adalah untuk melestarikan rumah tinggal batak yang semakin punah, karena sudah tidak dipakai atau tidak dirawat. Ciri khas dari ruma adalah dinding yang kaya dengan ukiran (gorga). Selain sebagai dekorasi, gorga ini memiliki nilai filosofi dan religius. Singa-singa dikiri dan kanan, jenggar, maupun ulupaung dibuat untuk memberikan rasa nyaman penghuni. Hiasan payudara sebagai lambang kesuburan (hagabeon), kadal/cecak (boraspati) lambang kebijaksanaan dan kekayaan dan gorga yang bergelung-gelung (sulur) yang simetris.
Ruma memiliki bagian bawah (tombara) yang digunakan sebagai kandang ternak, menyimpan kayu dan peralatan sehari-hari, dan juga untuk menenun ulos/kain. Bagian tengah adalah tempat kediaman, tidak ada sekat sama sekali, tanpa kasur, sehingga orang yang tidur cukup beralaskan tikar sekaligus pembatas antara satu keluarga dengan keluarga lain. Ruangan kediaman ini sekaligus berfungsi sebagai dapur dan disitulah semua keluarga menggunakan dua atau tiga tungku (tataring) untuk memasak. Di atas masing-masing tungku terdapat para-para, tempat menyimpan peralatan makan dan alat dapur.
------------------------------------------------------------------------
There are two kinds of Batak traditional houses, the ruma and the sopo. The ruma was used as the residence, whereas the sopo was initially used as a warehouse and a multi-purpose building. The construction of the ruma is highly intricate because it uses only pins and ropes, without nail and bolt. Additionally, the ruma construction requires wood with certain specification in large quantities.
This particular ruma bolon is approximately 9.5 x 15 meters in size, almost twice the size of a normal ruma. The idea of the development of this ruma was to conserve the almost extinct original houses remaining in Batak due to abandonment and / or lack of proper preservation.
The typical characteristic of a ruma is the walls richly decorated with carving (gorga). Apart from as the decoration, gorga has both philosophical and religious values. The lion figures on the left, the jenggar on the right, as well as the ulupaung were made to provide comfort for the occupants. The breasts stand as symbol of fertility (hagabeon), the lizard/gecko (boraspati) as symbol of wisdom and wealth; the same applies to the symmetrical coiled (sulur) gorga.
The space beneath a ruma (tombara) is used as a pen for livestock, wood and everyday equipment storage, as well as a space for weaving ulos. The middle part is the place of residence. This part is not separated into compartments and it does not have a mattress, so members of the family sleep on mats which work as both pads and partition dividing one family from another. This residence part of the house also functions as a kitchen where all members of the two or three families cook their meals using a traditional stove - tungku (tataring). On top of each of the tungku is a para-para, which is a place to keep kitchen utensils and equipments.
0 komentar:
Posting Komentar