Tidak ada sisi Danau Toba yang tidak indah, semuanya indah, Danau terbesar di Asia Tenggara ini dikelilingi delapan kabupaten di Sumatera Utara.
Masyarakat yang berada di kecamatan itu tidak tinggal diam, peduli dengan kemajuan pantai yang indah itu. Dimulai dari yang kecil, melakukan pembersihan pada lokasi pantai agar pantai yang indah itu semakin indah dipandang mata.
”Kecil memang, tetapi artinya besar sebab sampah-sampah yang berserakan di sekitar tepi pantai membuat pemandangan tidak enak dan tidak sejalan dengan indahnya pantai Pasifik itu,” kata Mangatur Manurung (43) penduduk desa itu.
Ia mengatakan sejak dahulu sebutan Pantai Pasifik sudah melekat untuk daerah itu, ”Sebelum kakek saya lahir pun, tepian ini sudah disebut Pantai Pasifik. Saya tidak tahu siapa yang memulainya tetapi sampai kini kami menyebutnya Pantai Pasifik,” katanya ketika bersama penulis di pantai Pasifik Lumban Manurung Porsea.
Sempurna sebagai daerah tujuan wisata, lokasinya di balik kota Porsea, terhindar dari kebisingan suara kendaraan yang melintas di jalur lintas Sumatera di Porsea. Hanya terdengar suara burung pipit pada hamparan sawah di sepanjang jalan menuju pantai.
Sepintas saat menelusuri jalan di antara area persawahan dan aliran sungai sepertinya mustahil ada danau di desa Patane Empat Lumban Manurung di kecamatan Porsea yang berjarak sekitar 3 kilometer dari kota Porsea, tepatnya di persimpangan jembatan sungai Asahan Porsea.
Biasanya di sekitar tepi danau Toba itu sering dilakukan upacara adat yang sekaligus dikaitkan dengan pemilihan para dewan kampung yang disebut horja. Memang cukup indah, bagi yang telah melihat indahnya Danau St. Monia di Amerika, pasti berdecak kagum, ”Bah! Sama dengan danau di Amerika itu”.
Pantai Pasifik Porsea memang banyak dikunjungi orang, terutama bagi mereka yang hobbi memancing, karena lokasinya sangat tepat menyalurkan hobi memancing ikan. Disamping itu juga bagi mereka yang ingin melepaskan kepenakan sangat tepat karena hamparan sawah dan danau yang biru memberikan kesejukan tersendiri bagi yang menatapnya.
“Dari dahulu tepian danau ini sudah ada dan sangat indah, tetapi masih sangat sunyi, tidak ada orang yang datang berkunjung,” kata Berlin Manurung (65) penduduk desa itu.
Katanya dahulu yang ada hanyalah pasir putih. Dia bersekolah di desa itu dan hidupnya dari hasil danau itu, ”Ayah saya seorang nelayan ikan di Danau Toba,” ujarnya.
Berlin Manurung bangga desa tempatnya dilahirkan dan dibesarkan dijadikan objek wisata dan menjadi satu brand untuk kota Porsea. Bisa saja menjadi brand Porsea sebab dari pantai Pasifik itu menjadi alternatif untuk berlibur dengan konsep penyatuan olahraga dan wisata menjadi ciri khas pantai itu.
Memang untuk mengelola pantai Pasifik itu menjadi tujuan wisata tidak bisa dilakukan instan, butuh waktu tetapi setidaknya harus segera dimulai dari sarana yang dibutuhkan seperti jalan ke lokasi, adanya beberapa sepeda air, kapal motor sebagai sarana bagi para wisatawan yang datang, keamanan, kenyamanan menikmati pemandangan danau yang indah betah berlama-mala dan merasakan keteduhan, kenyamanan di Desa Lumban Manurung.
Meskipun indah tetapi kini masih sepi, idealnya tidak demikian, pemerintahan kabupaten Toba Samosir harus peduli dan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata. Sayangkan! Pantai seindah itu tidak dimaksimalkan.
••• Fadmin Prihatin Malu
0 komentar:
Posting Komentar